Search

Desember Ceria, Hanya Nasib Sial yang Menghalangi Liverpool Juara Liga Inggris - Kompas.com - KOMPAS.com

NEXT year is our year... Begitulah sindiran mantan personel grup band Oasis, Noel Gallagher, ketika Liverpool gagal meraih gelar juara Premier League, kasta tertinggi Liga Inggris, pada musim 2018-2019.

Kala itu, Liverpool kalah bersaing dengan Manchester City dalam pereburuan trofi nan paling bergengsi tersebut.

Padahal, klub berjulukan The Reds ini memulai musim 2018-2019 dengan sangat menjanjikan karena mereka bisa memimpin klasemen hingga Desember.

Sayang, Liverpool harus menunggu kesempatan berikutnya karena penantian selama hampir tiga dekade sirna oleh kedigdayaan Man City besutan Pep Guardiola.

Baca juga: Liverpool Vs Wolves, Cukup Satu Gol Bagi The Reds

Dalam klasemen akhir, Liverpool, yang mengakhiri musim tersebut dengan gelar juara Liga Champions, hanya kalah satu poin dari The Citizens, julukan Man City.

Ironisnya, Liverpool cuma mengalami satu kekalahan sepanjang musim tersebut. Bandingkan dengan Man City yang menuai empat kekalahan.

Ini yang membuat Noel Gallagher merasa senang. Sang musisi, yang merupakan suporter garis keras Man City, melontarkan sindiran bahwa Liverpool akan selalu menjadi nomor dua.

Bahkan, dia memprediksi Liverpool takkan pernah bisa bersaing dengan Man City selama rival sekota Manchester United tersebut dibesut Guardiola.

Namun melihat fakta yang tersaji saat ini, tampaknya Noel Gallagher harus siap menarik kata-katanya tersebut.

Performa Liverpool sepanjang musim ini sangat menjanjikan, setidaknya setelah melewati Boxing Day, yang pernah menjadi "kutukan" bagi mereka.

Bagaimana tidak, Liverpool tetap menjaga rekor tidak terkalahkan setelah melakoni 19 pertandingan dengan raihan total 55 poin.

Pasukan Juergen Klopp unggul 13 poin atas Leicester City di urutan kedua.

Sementara itu, Man City yang merupakan penguasa Premier League dalam dua musim terakhir, tertahan di urutan ketiga dengan koleksi 41 poin.

Tim Biru Langit itu membuang peluang untuk mendekati Liverpool setelah menelan kekalahan 2-3 saat tandang ke markas Wolverhampton Wanderers, Jumat (27/12/2019).

Sepanjang sejarah kompetisi, tim yang berada di puncak saat Natal hampir pasti menjadi juara.

Baca juga: Ucapkan Janji Setia, Alexander-Arnold Bertekad Jadi Legenda Liverpool

Tetapi Liverpool punya kisah pahit karena mereka dua kali gagal merengkuh trofi juara Premier League meski berstatus pemuncak saat Boxing Day.

Itu terjadi pada musim 2008-2009 dan 2013-2014 di mana duo Manchester menjadi mimpi buruk tim Merseyside tersebut, yang harus puas menjadi runner-up.

Man United menjadi juara musim 2008-2009 dan Man City juara 2013-2014.

Namun dua cerita pilu tersebut nampaknya tak berlaku pada musim ini karena Liverpool berhasil melewati jadwal berat pada akhir tahun 2019.

Si Merah mengalami Desember ceria karena menyapu bersih enam laga alias meraup 18 poin.

Ya, setelah memenangi Derbi Merseyside melawan Everton, Roberto Firmino dkk merengkuh gelar juara Piala Dunia Antarklub (mengalahkan Flamengo) dan menaklukkan Leicester (4-0) selaku rival terdekat dalam perburuan gelar juara Premier League.

Terbaru, Liverpool menang 1-0 atas Wolverhampton Wanderers, Minggu (29/12/2019), berkat gol tunggal Sadio Mane.

Baca juga: Liverpool Vs Wolves - The Reds Unggul di Liga Inggris, Keok di Piala FA

Ini membuat kemenangan Leicester (2-1 atas West Ham United) dan Man City (2-0 atas Sheffield United) menjadi "sia-sia" karena dua rival ini tak bisa memangkas jarak.

Apalagi, Liverpool masih menyimpan satu pertandingan melawan West Ham (laga melawan West Ham ditunda karena Liverpool harus melakoni pertandingan Piala Dunia Antarklub).

Saat Liverpool melewati Desember dengan ceria, hal sebaliknya dialami Leicester dan Man City.

Dua rival terberat dalam perebutan gelar juara justru meraih hasil tak maksimal karena sama-sama menorehkan 4 kemenangan, 2 kali kalah dan 1 imbang dari tujuh laga sepanjang bulan tersebut.

Kini, Liverpool menatap putaran kedua Premier League dengan kepercayaan diri yang kian melambung tinggi.

Guardiola pun secara tersurat mengibarkan bendera putih karena menyadari Liverpool sulit terbendung meski perjalanan kompetisi masih sangat panjang.

"Dengan jarak di papan klasemen antara Liverpool dan Man City, kami akan menjadi gila jika memikirkan gelar juara," kata Guardiola dikutip dari situs web ESPN.

"Seperti yang semua orang (nilai), kami sudah keluar dari persaingan juara. Kami sudah tidak punya peluang. Sekarang kami hanya memikirkan penampilan kami," ujar mantan pelatih Barcelona dan Bayern Muenchen ini.

Baca juga: Liverpool Vs Wolves, Tekanan Jadi Hadiah Bagi Klopp

Memang, kekuatan Liverpool pada musim ini sangat menjanjikan.

Produktivitas mereka termasuk yang terbaik di Inggris karena sudah menghasilkan 47 gol dari 19 laga yang sudah dimainkan. Liverpool hanya kalah dari Man City (menghasilkan 54 gol).

Kebuasan dalam hal menjebol gawang lawan diimbangi pertahanan yang sangat solid.

Liverpool merupakan tim dengan jumlah kebobolan paling sedikit dalam Premier League 2019-2020 karena gawang mereka baru kemasukan 14 gol.

Nah, jika konsistensi tersebut berlanjut, tak ada yang bisa menghalangi Liverpool mengakhiri penantian selama tiga dekade untuk menjadi juara Liga Inggris.

Hanya keajaiban dan nasib sial yang mampu merusak persiapan pesta The Reds.

Penantian selama 30 tahun

Kali terakhir Liverpool menjadi juara Liga Inggris pada musim kompetisi 1989-1990, ketika Liga Inggris masih bernama Divisi I. Trofi tersebut menjadi gelar juara ke-18 Liga Inggris untuk klub yang berdiri pada 1892 tersebut.

Artinya, Liverpool sudah menanti selama 30 tahun untuk mengakhiri paceklik gelar juara Premier League.

Proses meraih gelar ke-18 itu terbilang sangat mendebarkan karena sang jawara ditentukan pada laga pamungkas. Liverpool asuhan Kenny Dalglish, yang kala itu berada di puncak klasemen, hanya unggul dua poin atas Aston Villa.

Pada laga pamungkas, Liverpool menang 2-1 atas Queens Park Rangers (QPR) sedangkan dalam laga lain, Aston Villa bermain imbang 3-3 melawan Norwich City.

Baca juga: Klopp Akui Betapa Pentingnya Kehadiran Roberto Firmino di Liverpool

Dengan demikian, The Reds menentukan sendiri nasibnya untuk menjadi juara, tanpa memikirkan hasil laga lain.

Namun sejak itu, terutama saat format liga berganti menjadi Premier League pada 1992-1993, Liverpool tak pernah lagi menjadi juara.

Mereka hanya berstatus tim "nyaris juara" karena selalu gagal menjelang garis finis meski tampil sangat impresif pada awal musim.

Musim 1996-1997

Steven Gerrard bersama Robbie Fowler ketika meraih trofi pertamanya bersama Liverpool dengan memenangi Piala Liga Inggris pada 2001. Dok. Goal Steven Gerrard bersama Robbie Fowler ketika meraih trofi pertamanya bersama Liverpool dengan memenangi Piala Liga Inggris pada 2001.

Liverpool musim 1996-1997 termasuk kandidat juara. Dihuni pemain top seperti Robbie Fowler dan Stan Collymore, The Reds digadang-gadang bakal menghambat Manchester United.

Nyatanya, mereka hanya terpaut satu poin dari sang pamuncak, Man United, saat Liga Inggris sudah memasuki pekan ke-25.

Sayang, inkonsistensi membuat Liverpool gagal melanjutkan persaingan sehingga mereka hanya finis di urutan keempat.

Musim 2001-2002

Bermodalkan treble winners karena menjuarai Piala Liga, Piala FA dan Piala UEFA serta finis di urutan ketiga pada musim sebelumnya, Liverpool termasuk favorit juara pada Premier League 2001-2002.

Namun pada awal musim, The Reds harus kehilangan sang manajer, Gerard Houllier, yang jatuh sakit sehingga menepi selama lima bulan.

Kendali skuad Liverpool pun diserahkan kepada sang asisten, Phil Thompson, yang ditunjuk sebagai manajer sementara.

Dalam masa krisis itu, Phil Thompson membawa Liverpool naik ke peringkat kelima pada akhir Oktober 2001.

Si Merah bahkan telah bertengger di puncak klasemen sementara Premier League hanya berselang sebulan. Liverpool unggul dua poin atas Leeds United di peringkat kedua.

Baca juga: Pep Guardiola Bosan Ditanya soal Liverpool dan Gelar Liga Inggris

Namun, Liverpool tak bisa mempertahankan posisinya di puncak karena pada pertengahan Desember 2001, Newcastle United menyalipnya. Newcastle berhak duduk di singgasana karena unggul produktivitas gol (30 berbanding 25).

Setelah itu, posisi Liverpool terus melorot hingga peringkat keempat. Pada Januari 2002, mereka tertinggal dua poin dari Manchester United yang memimpin klasemen.

Saat Houllier kembali pada Maret 2002, kondisi Liverpool membaik. The Reds mencapai perempat final Liga Champions dan kembali ke puncak klasemen saat Premier League menyisakan lima pertandingan.

Situasi tersebut membuat Liverpudlian optimistis timnya akan kembali menjadi yang terbaik di Inggris.

Namun mimpi itu tak menjadi nyata karena Liverpool lagi-lagi gagal meraih gelar juara Premier League. Mereka harus puas finis di peringkat kedua karena terpaut tujuh poin dari Arsenal yang merebut trofi juara.

2008-2009

Liverpool di bawah kendali Rafael Benitez sangat diperhitungkan. Beberapa kali mereka bisa memuncaki klasemen, meski kemudian bisa digeser lagi.

Setelah melengserkan Chelsea, Si Merah sempat bertahan selama lima pekan di puncak sebelum disalip Man United. Hasil imbang melawan Stoke City membuat Steven Gerrard dkk harus merelakan posisi tersebut kepada sang rival.

Setelah itu, Liverpool kesulitan untuk bangkit dan mengejar Man United yang kian menjauh. Alhasil, status nyaris juara kembali disandang Liverpool karena mereka hanya mampu duduk di urutan kedua klasemen akhir.

Liverpool terpaut empat angka dari The Red Devils, julukan Man United.

2013-2014

Liverpool musim 2013-2014 memberikan harapan yang sangat besar untuk para fans karena mereka sudah di ambang juara. Pasalnya, Liverpool berhasil menduduki puncak klasemen setelah menang 3-2 atas Manchester City pada pekan ke-34.

Sayang, menjelang garis finis mereka terpeleset. Kekalahan dari Chelsea pada laga pekan ke-36 membuat Man City kembali ke posisi teratas. Man City unggul selisih gol atas The Reds.

Pada akhir kompetisi, Liverpool tak mampu membendung Man City yang menjadi juara dengan koleksi 86 poin. Rival sekota Man United tersebut unggul dua poin atas Liverpool yang hanya menjadi runner-up.

2018-2019

Masuknya Juergen Klopp sebagai manajer pada Oktober 2015 membangkitkan gairah tim untuk segera mengakhiri penantian panjang menjadi juara Premier League.

Liverpool memberikan sinyal itu ketika melakoni musim 2018-2019.

Tengok saja perjalanan mereka sepanjang musim tersebut. Firmino dkk hanya mengalami satu kekalahan ketika melawan Man City pada awal Januari 2019.

Akan tetapi, raihan tersebut belum cukup untuk membawa Liverpool menjadi juara. Sebab, Man City pun tampil sangat impresif meskipun pasukan Pep Guardiola mengalami dua kekalahan.

Baca juga: Sangat Sulit Dihentikan, Liverpool Hilangkan Kutukan The Next Year?

Jumlah kemenangan dan hasil imbang menjadi pembeda. Liverpool "cuma" menang 30 kali dan meraih tujuh kali imbang, sedangkan Man City 32 kali menang dan hanya dua kali imbang.

Ini berimbas pada posisi di klasemen akhir. Liverpool menempati posisi runner-up dengan koleksi 97 poin, terpaut satu angka dari The Citizens yang bisa mempertahankan gelar.

Meski gagal juara, Klopp puas melihat perkembangan timnya. Mantan pelatih Borussia Dortmund ini sangat yakin kemajuan skuadnya akan memberikan dampak positif pada waktu mendatang.

“Kami membuat sebuah lompatan yang besar. Anak-anak mendorong mereka ke level yang baru, yang mana saya suka, dan perkembangan dan perbaikan itu belum selesai…” ucapnya.

2019-2020

Roberto Firmino (kanan-merah) dikawal pemain dua bek Leicester City pada laga pekan ke-19 Liga Inggris antara Leicester City vs Liverpool di Stadion King Power, Kamis 26 Desember 2019.AFP/ OLI SCARFF Roberto Firmino (kanan-merah) dikawal pemain dua bek Leicester City pada laga pekan ke-19 Liga Inggris antara Leicester City vs Liverpool di Stadion King Power, Kamis 26 Desember 2019.

Musim ini, Liverpool tampil sangat konsisten. Sejak awal kompetisi, mereka sudah berada di barisan terdepan dan bersaing ketat dengan Man City, yang justru menurun saat memasuki paruh musim.

Kini, saat kompetisi sudah memasuki pekan ke-20, Liverpool masih tetap stabil. Mereka mempertahankan rekor tak terkalahkan dan sudah menorehkan 18 kemenangan dari 19 laga.

Bandingkan dengan Leicester dan Man City, yang sudah melakoni 20 pertandingan dan sama-sama baru mengemas 13 kemenangan.

Sejauh ini, Leicester mengalami empat kekalahan dan duduk di urutan kedua, sedangkan Man City sudah lima kali kalah sehingga berada di urutan ketiga.

Liverpool punya peluang menjauh lagi karena masih menyimpan satu pertandingan melawan West Ham. Andai laga itu bisa dimenangkan, Mohamed Salah dkk akan melebarkan jarak dengan Leicester yang kini terbentang 13 poin.

Nah, setelah melewati "kutukan" Boxing Day dan memperlihatkan konsistensinya sejauh ini, wajar jika Liverpool menjadi favorit juara musim 2019-2020.

Dengan demikian, penantian panjang selama 30 tahun untuk mengakhiri paceklik gelar juara Premier League, bakal terwujud.

Let's block ads! (Why?)



Olahraga - Terkini - Google Berita
December 30, 2019 at 10:07AM
https://ift.tt/2ZG7xZh

Desember Ceria, Hanya Nasib Sial yang Menghalangi Liverpool Juara Liga Inggris - Kompas.com - KOMPAS.com
Olahraga - Terkini - Google Berita
https://ift.tt/2UxZr29

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Desember Ceria, Hanya Nasib Sial yang Menghalangi Liverpool Juara Liga Inggris - Kompas.com - KOMPAS.com"

Post a Comment

Powered by Blogger.